FITRAH BERAGAMA DALAM DIRI MANUSIA
Pengampu : M. Soffan Rizqi, Alh.,
S.Pd.I

Tugas Kelompok
Mata Kuliah : Pendidikan
Agama Islam
Disusun oleh :
-
Nastangin
/ 2015150005
-
Muhajir
/ 2015150006
-
Rizky Maulana M.I / 2015150007
-
Tri Aji Purnomo / 2015150008
-
Andum
Kurnia Rizkiana / 2015150009
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah, Puja dan Puji hanya
layak tercurahkan kepada Allah SWT karena atas limpahan karunia-Nya. Shalawat
serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu’alaihi
wassallam yang telah membawa kita dari zaman jahiliah menuju zaman yang
islamiah. Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok ini tepat pada
waktunya.
Terimakasih juga kami ucapkan kepada
semua anggota maupun narasumber dari berbagai media yang telah memudahkan kami
dalam mencari bahan untuk menyelesaikan makalah Fitrah Beragama Dalam Diri
Manusia ini.
Wonosobo, 5 Oktober 2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
Judul………………………………………………………………………………….………i
Kata
Pengantar………………………………………………………………………………ii
Daftar isi………………………………………………………………………………….….iii
BAB I
Pendahuluan………………………………………………………………………..…1
Ø Latar Belakang
Masalah………………………………………………………...…..1
Ø Rumusan
Masalah…………………………………………………………………..1
BAB II
Pembahasan…………………………………………………………………… ........2
Ø A. Fitrah Manusia……………………………………………………………….......2
Ø B. Faktor
Lingkungan………………………………………………………………5
BAB III
Penutup……………………………………………………………………………..8
Ø Kesimpulan…………………………………………………………………………8
Ø Saran………………………………………………………………………………..8
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….9
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pandangan Islam secara global menyatakan
bahwa fitrah merupakan kecenderungan alamiah bawaan sejak lahir. Penciptaan
terhadap sesuatu ada untuk pertama kalinya dan struktur alamiah manusia sejak awal
kelahirannya telah memiliki agama bawaan secara alamiah yakni agama tauhid.
Islam sebagai agama fitrah tidak hanya sesuai dengan naluri keberagamaan
manusia, bahkan menunjang pertumbuhan dan perkembangan fitrahnya. Hal ini
menjadikan eksistensinya utuh dengan kepribadiannya yang sempurna.
Allah menciptakan manusia kebumi dalam
keadaan fitrah (suci). Proses perkembangan manusia dipengaruhi oleh lingkungan,
yakni orang tua dan masyarakat (ras, suku dan kebudayaan). Dalam kehidupannya
manusia harus berinteraksi dengan lingkunganya untuk mendapatkan pengetahuan
sebanyak banyaknya, untuk bekal hidup selanjutnya dan masa depan yang akan
datang. Allah menciptakan manusia, dan memberi akal untuk berfikir dengan baik.
Al quran, al hadis dan norma sosial
merupakan sumber dan dasar manusia untuk mencapai kehidupan yang baik dan
benar. Fitrah manusia dengan sumber daya manusianya, baik jasmaniah maupun
ruhaniah sebagai potensi yang siap dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya
melalui proses humanisering sehingga keberadaan manusia semakin bermakna. Di
sisi lain, pengembangan kualitas sumber daya manusia tersebut dilaksanakan
selaras dengan prinsip-prinsip ketauhidan, baik tauhid rububiyah maupun tauhid
uluhiyah.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul makalah “fitrah beragama
dalam diri manusia” maka satu masalah dapat di identifikasi sebagai berikut:
1.
Apakah menjadi muslim itu karena faktor
keturunan?
2. Apa peran dan tanggung jawab orang tua terhadap anak?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Fitrah Manusia
Manusia ketika dilahirkan kebumi, tidaklah
ada yang dilahirkan dengan langsung menggunakan pakain, dan secara ilmiah itu
tidak mungkin terjadi. Lalu dari mana pakain yang manusia kenakan sekarang ?,
anak kecil pun tahu kalau pakain yang ia kenakan, adalah dari orang tua atau
keluarganya, karena merekalah yang pertama kali memakain baju kepadanya.[1]
Lalu apa yang sebenaranya dibawa oleh seorang bayi ketika
dia lahirkan kedalam dunia ini, :
Diriwayatkan oleh Muttafaq Alaih bahwa :
Artinya: Tiada manusia lahir (di lahirkan)
kecuali dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikan dia (kafir)
Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi”,
(Muttafaq Alaih)
Hadist diatas kemudian diperkuat lagi
dengan hadist yang diriwayatkan oleh HR Bukhori bahwa hadist diatas benar :
Artinya: setiap anak dilahirkan sesuai
dengan fitrah, sehingga ia lancar lisanya (berbahasa). Maka kedua orang
tuanyalah yang menjadikan dia kafir Yahudi, atau Nashrani, atau Majusi.
Penjelasan :Dalam
konteks ini memiliki arti orang tua, namun makna yang dihendaki yaitu :
lingkungan, maksud lingkungan dalam konteks ini mencakup, orang tua, saudara,
ras, suku, budaya, dan bahkan orang – orang yang di idolakan. Jadi jelas bahwa
yang membentuk manusia menjadi muslim, nasrani, atau yahudi adalah lingkungan
bukan sebuah takdir atau tiba-tiba saja. Pendapat ini diperkuat oleh aliran
empirisme dengan konsepnya “tabula rasa”sebuah istilah latin yang berarti batu
tulisan kosong atau lembaran kosong. Yang berarti bahwa tidak satupun yang
dibawa oleh manusia ketika lahir, seperti kertas kosong, pengetahuan, agama dansebagainya
adalah pengaruh dari lingkungannya.
Selanjutnya, Fitrah dalam pengertian
diatas yang dimaksud adalah bahwa fitrah manusia itu beragama tauhid,
maksudnya bahwa pengakuan hati akan
adanya Tuhan Yang Maha Esa itu merupakan fitrah pembawaannya dari lahir karena
manusia memang diciptakan dengan sifat bawaannya.
Dalam al-Qur’an Surat Ar-rum ayat 30 menjelaskan makana fitrah yaitu :
Artinya:Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada Agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptaan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah)
agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.
Kata fitrah dalam ayat ini mempunyai
beberapa arti, seperti di dalam kamus al-Munawwir, kata fitrah diartikan dengan
naluri (pembawaan). Dalam kamus susunan Mahmud Yunus, fitrah diartikan sebagai
agama, ciptaan, perangai, kejadian asli. Dalam kamus bahasa Indonesia susunan
WJS Purwadarminta, kata fitrah diartikan dengan sifat asli, bakat,pembawaan,
perasaan, keagamaan (misalnya: agama yang tidak selaras dengan kemajuan yang
sehat, bukanlah agama fitrah namanya). Dalam kamus al-Munjid kata fitrah
diartikan dengan agama, sunnah, kejadian, dan tabiat. Kamus Indonesia-Inggris
susunan John Echols dan Hasan Sadili mengartikan fitrah dengan natural,
tendency, desposition, and character.
Menurut hemat kami pengertian diatas bahwa
fitrah menunjukan kepada sebuah naluri manusia tentang keyakinan yang benar,
yang dapat dilihat, dirasakan dan dibuktikan kebenarannya, karena pada dasarnya
manusia selalu mencari suatu kebenaran yang memang benar mutlak tanpa diragukan
lagi, karena kebenaran itu indah, kebneran itu kebahagiaan, kebenaran itu
kedamain, dan inilah yang diingankan oleh setiap naluri manusia. Contoh :
Seorang filusuf yang bernama Galileo yang mengungkapkan kebenaran yang berlawan
para pendeta gereja, yang menyebabkan ia dibunuh karena berbeda pendapat dengan
gereja. Adalah bukti bagaiamana seorang mencintai suatu kebenaran sehingga
tetap mempertahankan walau dihukum mati.[2]
Namun menjadi masalah, ketika akal pikiran
manusia itu tidak sehat dan dibuat menajdi tidak sehat dalam mendapatkan, dan
membuktikan kebenaran, maka akan terjadi kekacaun, bukan kebenaran yang didapatnya
melainkan kebohongan yang besar yang selimuti kebenaran hegemonik yang bersifat
dogmatik, yang membuat manusia tenggelam pada pembenuhan akal, yang berakibat
akan menyepelekan dan mengabaikan kebenaran itu sendiri dan menyerahkan semua
itu kepada suatu lembaga atau sesok yang dipercayai. Dengan itu Al-qur’an
menantang keras ketaatan dan kepatuhan yang membuta kepada leluhur mereka.
Lebih tegasnya Allah menjelaskan disurat
Al-Baqarah ayat 170
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنزَلَ اللّهُ قَالُواْ بَلْ
نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لاَ
يَعْقِلُونَ شَيْئاً وَلاَ يَهْتَدُونَ
Dan apabila dikatakan kepada mereka:
"Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab:
"(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari
(perbuatan) nenek moyang kami". (Apakah mereka akan mengikuti juga),
walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak
mendapatpetunjuk.
Meskipun ajaran-ajaran Al-Qur’an
didasarkan atas otoritas yang suci, namun seringkali masih juga perlu dicari
dan ditunjang dengan akal fikiran untuk melahirkan keimanan yang kuat. Sehingga
itu manusia dituntut untuk menggunakan akal fikirannya dengan baik, sehingga
mengetahui bahwa apakah yang dikandung injil, taurat, al-qur’an dsbnya, yang dibawa agamanya masing – masing
itu dapat dibuktikan dengan benar-benar secara mutlak yang berlaku dalam
konteks sekarang yang menjadi jalan, tuntunan (agama) manusia, agar selamat. Atau
tenggelam terbawa zaman karena ketidak tahuan, namun enjoy untuk melakukan itu
semua, seperti apa yang diajarkan oleh seseorang yang dianggap percayai tanpa
kita mengkritisi dan menggali lagi kebenaran yang tersembunyi itu.[3]
B. Peran Lingkungan
Menurut ilmu sikologi bahwa manusia bukan
saja tumbuh namun mengalami
perkembangan, baik secara jasmaniyah dan rohaniyah, dan lingkunganlah
yang memiliki peran penting dalam proses perkembangan dan pertumbuhan manusia
itu sendiri seprti pembahasan diatas.
Dalam pertumbuhan dan perkembangan manusia
dari bayi hingga dewasa mengalami proses pendidikan, dimana pendidikan itu
bersumber dari agama dan pengetahuan, yang dapat dipetanggung jawabkan
kebenaran atau hanya sebuah ritual pemahaman yang diwariskan. Disinilah
pendidikan yang diberikan oleh lingkungan membentuk manusia itu, yang kemudian
menjadikan manusia itu apakah beragama islam, yahudi, atau nasrani.
Menjadi salah kaparah, jika pendidikan
yang diberikan itu membunuh akal manusia, dengan menyembunyikan kebenaran itu,
dan memebuat kebenaran yang bersifat dogamtis. Selain itu pendidikan menjadi
rusak ketika dipergunakan untuk memepertahankan satutus dan eksistensi saja.
Kebohongan yang membelegu ini, sangatlah bahaya, yang nantinya akan menjadikan
manusia-manusia tidak mengenal dealektika dan akan semakin jauh dari fitrah
manusia. Ketika pendidikan yang diajarkan jauh dari fitrah manusia, Ilmu-ilmu
yang diajarkan di sini, akan menjadi alat pembebasan, ataukah alat penindasan
?.
Peran orang tua dan lingkungan sangatlah besar
kontribusinya dalam menentukan arah terhadap seorang manusia kembali kepada
fitrahnya, apakah agama yang diperolehnya itu hanya sebuah warisan atau
benar-benar ia yakini kebenarannya. Dan semua itu adalah sebuah proses yang
panjang dari sebuah manusai yang nantinya akan membentuk arah seorang anak.[4]
Dalam Hadis yang di riwayatkan oleh
bukhori, dijelaskan bahwa :
حديث عبد الله بن مسعود قال . قال رسول الله صلي الله عليه و سلم وهو
صادق المصدوق , قال ان احدكم خلقه في بطن امه اربعين يوما ثم يكون علقة مثل ذلك ثم
يكون مضغة مثل ذلك ثم يبعث الله ملكا
فيعمر باربع كلمات, فيقال له : اكتب مع عمله ورزقه واجله وشقى اوسعيه ثم ينفخ فيه
الروح............ (رواه البخا رى)
Artinya: hadis abdulloh bin mas’ud
berkata, rosulullah saw. Ia adalah benar dan dibenarkan, beliu bersabada:
sesungguhnya diantara mu sekalian, kejadiannya adalah dalam kandungan ibu
selama empatpuluh hari, lalu menjadi darah yang keras, selama empat puluh hari
juga, lalu daging keras selama empat puluh hari juga, kemudan allah mengutus
malaikat, maka dia diperintahkan tntang empat kalimat (ketentuan). Dikatakan
kepadanya: tulislah amalnya (manusia), rizkinya, matinya,dan nasib rugi
untungnya, kemudian dimasukkan kepadanya ruh atau nyawa. (HR Bukhori).
Penjelasannya :
Dalam hadis dijelaskan bagaimana proses
berlangsung pembentukan manusia, yang sebelumnya juga dijelaskan dalam
Al-qur’an surat Al-alaq ayat 2, namun disini lebih dijelaskan lebih detail
tahap demi tahap.
Hadis ini juga menjelaskan secara tersirat
bahwa pendidikan yang diberikan kepada anak, itu bertahap – tahap, dan itu
semua bersifat ilmiah dan harus dijelaskan – sejelasnya, yang nantinya tidak
melahirkan sebuah dogma, namun sebuah dealektika terhadap kondisi dan
lingkungan yang da sesuai dengan pemahaman mereka, dan itu semua tidak
dipaksakan. Dalam buku Muhibbin Syah yang berjudul Psikologi pendidikan, bahwa
pendidikan yang diberikan kepada anak itu melalui tahap, ia membaginya dengan
empat tahap yaitu : 1. Fase bayi dan anak – anak, 2. Fase remaja 3. Fase
dewasa, fase setengah baya dan, 4 fase tua. Yang menunjukan bahwa pola yang
diberikan terhadap anak itu harus memiliki tahap demi tahap yang semua itu
membimbing mereka terhadap fitrah mereka.[5]
Adapun bentuk pendidikan yang diberikan sebagai contoh yaitu :
1.
Mendidik
اطلب العلم من المهد الي اللحد
Artinya: tuntutlah ilmu dari masa ayunan
sampai di ujung lubang ( HR. Ibnu Abdil Bar).
Hadist diatas mengandung makna tuntutlah
ilmu dari dalam rahim sampai liang lahat akan tetapi, menuntut ilmu secara
aktiv belumlah dapat dilakukan oleh anak di dalam kandungan. Ia hanya
merangsang dengan beberapa stimulus yang disusun secara sitematis edukativ oleh
karena itu pendidikan dilakukan oleh orang tuanya.
2. Berusaha menciptakan suasana yang sakinah dalam kehidupan rumah
tangga, dengan menanmkan kejujuran, dan sifat kritis.
3. Banyak melakukan ibadah, baca Al-Quran, bersodakoh, dan
amalan-amalan baik lainya serta brusaha denga sungguh-sungguh utnuk menjauhi amalan-amalan
buruk.
4. Mendoakan terus menerus agar anaknya menjadi anak yang soleh.
5. Berusaha merawat kandungannya dengan sebaik-baiknya di jaga
kesehatanya di beri makanan yang halal dan bergizi serta dijauhkan dari segala
yang membahayakanya.
6. Mengajarkan anak membaca Al-Quran.
Dalam sebuah hadist disebutkan:
خيركم من تعلم القران و علمه
Artinya : sebaik-baik manusia adalah yang
belajar dan mengamalkan Al-Quran.
Orang tua wajib mengajarkan Al-Quran
kepada anknya, namun apabila orang tua yang terlanjur tidak dapat mengaji
Al-Quran tidaklah boleh di jadikan alasan untuk membiarkan dirinya buta huruh
Al-Quran. Mereka dapat memulai belajar mengaji kepada orang-orang yang mahir
mengaji Al-Quran. Sehingga ia mampu membuktikan apakah, agama yangdiberikan itu
hanya sebuah warisan omongkosong atau kebenaran yuang benar dapat dibuktiakan,
yang nantinya akan memperkuat keimanannya.[6]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Apakah menjadi muslim itu karena faktor
keturunan ?
Pada awalnya, apapun agama kita, itu semua
faktor keturunan. Namun ketika tumbuh dan berkembang dan sudah mampu
menggunakan akal yang baik, maka agama bukan lagi menjadi sebuah faktor
keturunan, melainkan pencarian dan pembuktian. Al-qur’an dan hadis yang menjadi
pondasi agama islam menjelaskan sangat penting akan kesadaran kritis, dalam
memahamii sebuah agama, bukan hanya berdasarkan keturunan saja. Tetapi kita harus
benar-benar membuktiakan dan meyakini akan pilihan agama yang diwariskan kepada
kita. Apakah benar atau salah.
2. Apa peran dan tanggung jawab orang tua terhadap anak?
Peran orang tua dan lingkungan sangatlah
besar, dalam proses penemuan jati diri seorang anak, disinalah peran orang tua
dan lingkungannya membimbing seorang anak hingga tumbuh dan perkembang.
Sehingga apa yang diberikan baik berupa agama atau pengetahuan itu bukan sebuah
dogma, melainkan pendidikan yang diberikan adalah sebuah kesadaran yang kritis
bukan mistis dan juga bukan naïf pula, dimana yang bertujuan memanusiakan
manusia, yang akhirnya ia dapat menggunakan akal sehatnya memilih mana yang
benar dan mana ia yang harus yakini, dan itu kemudian menjadi tanggung jawab
seorang anak.
B. Saran
Terlepas
kita di lahirkan oleh orangtua siapa, linkungan mana, agama apa, seharusnya
kita terus mencari tahu bahwa setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah
untuk mencari agama Allah SWT yang rahmatan lil alamin yaitu agama Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
____Budiyanto,
Mangun. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Griya Santri.
____Thalib. 1996. 50 Pedoman Mendidik Anak
menjadi solih. Bandung: Irsyad Baitul Salam.
____Al
Quran
____ Leaman
Oliver, Pengantar Filsafat Islam, Cv Rajawali 1989, Jakarta
____Muhibbinsyah,
psikologi pendidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung
____Juwariyah,
hadis tarbawi, Teras, Yogyakarta
____ W.Said
Edward, Orientalisme,Pustaka Pelajar, 2010, Yogyakarta
____
WS-Rendara, Sajak Pertemuan Mahasiswa.
Al
Quran Surat Al-Baqarah ayat 170
Komentar
Posting Komentar